Words turn into tears.
posted on 13.1.19 | 7:42 PM
Ada masa dimana terlalu banyak yang harus diungkapkan tetapi kata kata terlalu sulit untuk dirangkai. Ada masa dimana amarah menguasai diri sampai-sampai terlalu banyak kata yang terujar. Dan ada masa dimana kebahagiaan kemudian datang sampai lupa darimana kata-kata harus diucapkan.
Dulu, dimana ada kala ego dan ke-sok tahu-an diri sedang menguasai, dan tidak tahu kemana harus berlari, berbagai kata-kata muncul dan tertuang dalam tulisan ini. Dimana sedih dan bahagia menghampiri, setiap kata dengan manis dan pahit bisa terungkap dalam sebuah rangkaian kalimat. Tetapi dulu, sampai akhirnya pada masa kata-kata hanya bisa diraba tanpa terucap.

Sesuatu yang berulang ulang terjadi, terkadang bisa melelahkan atau bisa menjadi pelajaran untuk lebih bersabar. Terkadang bisa menjadi kerikil-kerikil kecil atau malah menjadi pendorong untuk semakin bersyukur akan karuniaNya. Semua hal bergantung dari sisi mana kita melihat dan bergantung pada pilihan kita, dari sisi yang mana?

Semakin waktu berjalan, semakin sulit mengungkapkan dengan kata-kata manis. Semakin waktu bergulir, semakin susah berujar janji dan merangkai mimpi. Semakin waktu mendewasakan kita, semakin berat rasanya memikul mimpi yang sudah dengan percaya diri kita tuliskan.

Dulu, aku ingin jadi cepat dewasa. Ketika aku bisa menentukan pilihanku sendiri, aku bisa semakin banyak bermimpi, dan aku bisa semakin sering berkreasi. Tetapi, manusia. Kita tidak akan tahu apa yang ada di depan kita karena kita hanya dituntut untuk berusaha dan berserah. Semua mimpi telah terangkai rapi, dan semua asa sudah kita tulis sedemikian rupa. Lagi lagi, tapi. Apa yang terjadi? Ketika Dia berkehendak lain, apa yang bisa manusia lakukan, kecuali terus berpegang teguh padaNya.

Sampai-sampai semakin dewasa, bukan kata-kata lagi yang bisa terucap, bukan kata-kata lagi yang dirangkai manja. Tetapi air mata. Air mata kebahagiaan, air mata kehilangan, itulah yang ternyata menjadi pengganti kata-kata yang selama ini seharusnya bisa terujar. Air mata dihadapanNya ketika kita berserah diri usai berjuang, air mata kebahagiaan yang ternyata Allah mengabulkan mimpi yang lebih daripada mimpi yang telah kita rencanakan.

Banyak yang berubah, ketika kata-kata sudah tidak lagi dapat dengan tegas diungkapkan, ada batasan-batasan yang entah dari mana asalnya membuat kita takut untuk berencana. Ada batasan yang membuat kita takut untuk memberikan semuanya. Ada batasan yang menghambat kita menyampaikan apa yang kita rasa. Batasan apa? Batasan ketakutan akan apa yang akhirnya terjadi. Batasan menolak rasa sakit ketika air mata itu harus mengalir. Batasan ketakutan akan perjuangan tetapi akhirnya kehilangan. Dan batasan itu jugalah yang membuat kita menjadi jauh dan menarik diri dari indahnya bermimpi.

Karena tidak semua orang berani, dan tidak semua orang percaya diri. Bukan tidak percaya tetapi berhati-hati. Inilah yang sebenernya membuat kita menyiksa diri. Padahal semua baik-baik saja. Semua sudah Allah rangkai sedemikian rupa. Sudah terlalu indah sampai kita tidak bisa meminta yang lebih lagi karena itu adalah rencana terbaik dariNya.

Mungkin karena luka yang menganga, diobatipun masih terasa bekasnya. Mungkin rasanya kehilangan, bekas sakitnya lebih terasa daripada rasa ikhlasnya. Kemungkinan apapun itu, aku harap untuk kali ini lebih baik kata-kata manis yang terucap daripada harus ada air mata yang mengalir. Aku harap, aku bisa kembali dengan kebiasaan-kebiasaan untuk bersabar dan berserah diri terhadap segala karuniaNya. Aku harap, aku bisa lebih banyak bermimpi dan menyingkirkan batasan-batasan yang membuatku takut.  Aku harap, segala perjuangan kali ini bisa menjadi cerita yang begitu indah untuk di ceritakan kembali. Aku harap kali ini, aku lebih berani untuk lebih banyak berharap kepadaNya.